Rabu, 24 April 2024

Covid-19 Berdampak Luas Terhadap Capaian Program KB-KR

- Kamis, 1 Juli 2021 | 14:22 WIB
RUMUSKAN STRATEGI: Para pembicara memaparkan dampak Covid-19 dan kebijakan pemerintah dalam mendukung program Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (KB-KR) secara daring dan melalui channel Youtube Rutgers Indonesia, Selasa (29/06/2021).
RUMUSKAN STRATEGI: Para pembicara memaparkan dampak Covid-19 dan kebijakan pemerintah dalam mendukung program Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (KB-KR) secara daring dan melalui channel Youtube Rutgers Indonesia, Selasa (29/06/2021).

JAKARTA-Merebaknya wabah Covid-19 pada Maret 2020 lalu, ternyata membawa dampak yang meluas ke program Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (KB-KR).

”Penelitian kami di Yogyakarta menemukan adanya penurunan anggaran untuk Pelayananan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR). Tenaga kesehatan yang kerja sama dengan kami dalam penelitian ini mengatakan anggaran untuk PKPR tidak kunjung datang selama pandemi,” kata Peneliti dari University Melbourne Prof Linda Rae Bannett.

Linda memaparkan dalam penelitiannya tersebut di tahun 2020 anggaran PKPR turun Rp 600 juta. Dimana pada awal tahun anggaran yang ada Rp 800 juta, tapi ternyata petugas kesehatan tersebut hanya menerima Rp 200 juta.

”Informasi yang kami tampung menerangkan pengurangan anggaran ini berubah di bulan Maret 2020 ketika Covid-19 terjadi. Sejak April petugas kesehatan tidak menerima apa-apa,” jelasnya.

Karena hal ini, banyak orang di komunitas rentan mengalami hambatan struktural. Seperti kemiskinan, stigma, pendapatan yang tidak pasti di sektor informal, tunawisma, kurangnya identitas resmi dan kurangnya dukungan keluarga.

”Ini merupakan kombinasi dari berbagai hambatan struktural yang membuat kesehatan reproduksi jauh lebih rentan selama krisis kesehatan seperti Covid-19,” terang wanita yang juga menjabat sebagai Head of Education and Learning at the Nossal Institute for Global Health, at the University of Melbourne.

Tidak hanya anggaran, pemakaian kontrasepsi juga terdampak. Hal ini dipaparkan Peneliti BKKBN Pusat dr Diah Puspita Sari. Terjadi penurunan pemakaian kontrasepsi modern oleh pasangan usia subur (PUS) saat pandemi Covid-19.

Sebaliknya pemakaian KB tradisional semakin meningkat. Penurunan terbesar pada pemakaian KB suntik, sementara metode senggama terputus dan pantang berkala semakin meningkat saat pandemi Covid-19.

”Umumnya alasan PUS tidak menggunakan KB ingin hamil, takut efek samping, dan alasan kesehatan baik sebelum dan saat masa pandemi,” terang dr Diah Puspita Sari.

Selama masa pandemi, 23 persen PUS merasa tidak aman pergi ke tempat pelayanan, 34 persen PUS tidak pernah mendapatkan pelayanan KB. Pada saat mendatangi fasilitas kesehatan, 16 persen PUS merasa tidak ada tenaga kesehatan memberikan pelayanan KB.

Selama masa pandemi, 18 persen PUS mengalami kesulitan mendapatkan alat KB. Sebanyak 29 persen PUS juga mengalami kesulitan (pembatasan transportasi dan penutupan jalan) menuju ke tempat layanan KB.

Untuk itu perlu meningkatkan Sosialisasi Surat Edaran Kepala BKKBN Nomor 08 Tahun 2020 Kepala BKKBN tentang Pembinaan Kesertaan KB Pada Situasi Covid-19. Agar dapat mendisribusikan pil dan kondom di bawah pengawasan puskesmas atau bidan setempat.

”Harus ada komunikasi, informasi dan edukasi dari kader yang lebih intensif kepada akseptor. Baik secara online (whattsapp grup) ataupun mendatangi ke rumah akseptor dengan menggunakan SOP Covid-19,” tambahnya.

Peneliti Pusat Kesehatan Reproduksi Universitas Gadjah Mada (UGM) dr Ifta Choiriyyah memaparkan selama pandemi kekerasan cukup tinggi di remaja awal. Terutama remaja pria.

”Ini sangat memprihatinkan,” ungkapnya.

Pemerintah harus bisa merespon ini dengan memperhatikan semua aspek. Sehingga bisa mengambil kebijakan yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada saat ini.

”Pemerintah harus respons,” tuturnya.

Diperlukan penguatan pemerintah daerah dan komunitas dalam pengambilan kebijakan implementasi program. USAID Health Financing Activity Ery Setiawan menerangkan, Peraturan Perundangan telah memandatkan secara jelas dalam penjaminan layanan KB-KR. Integrasi layanan KB-KR dalam skema JKN akan lebih sustainable dan berpeluang meningkatkan cakupan yang optimal. Pentingnya inisiatif kerja sama pemerintah dan swasta dalam memperluas akses layanan KB-KR.

”Arah kebijakan kedepan harus mengacu pada pemenuhan hak seluruh rakyat, layanan bermartabat kemanusiaan, dan layanan yang layak sesuai tingkat ekonomi Negara,” terang Ery Setiawan.

Team leader Post Partum Family Planning PilihanKu, JHCCP–Indonesia dr Irfan Riswan mengatakan, perlu mendukung program nasional BKKBN dalam meningkatan pelayanan dan promosi KB pasca persalinan (KBPP). Untuk terus mengembangkan intervensi berbasis bukti dinas terkait di daerah, Program  Pilihanku dan BKKBN telah menyiapkan beberapa perangkat dan kebijakan.

Ini yang menurutnya, dapat membantu kabupaten/kota mengembangkan Program KBPP. Implikasinya daerah ikut serta dalam memperkuat kebijakan ini. Perban 18 tahun 2020 target  nasional KBPP dicanangkan BKKBN 70 persen ibu pasca bersalin pulang dengan ber-KBPP.

”Hal ini juga dicantumkan dalam Renstra BKKBN 2020-2024 menargetkan daerah yang turut menyiapkan perda sejalan untuk mendukung KBPP,” imbuhnya.

Kondisi ini sebenarnya membuahkan tawaran sebagai road map selanjutnya dalam mengembangkan KBPP menjadi program nasional. BKKBN melakukan advokasi kepada pemerintah daerah untuk mewujudkan target Nasional KBPP. Pemerintah daerah menyiapkan kebijakan turunan untuk Implementasi KBPP.

”BKKBN melakukan pembinaan pada pengelola program KB untuk mengimplementaskan kebijakan nasional KBPP,” kata dr Irfan Riswan.

Pendiri Yayasan Kesehatan Perempuan Ninuk Sumaryani Widyantoro mengatakan, dalam mendukung semua ini perlu adanya pemberdayaan masyarakat dan orang muda. Pemberdayaan disini adalah suatu proses sehingga yang membuat orang individu maupun masyarakat memiliki kemampuan, memiliki kekuatan, keberanian. Untuk mengambil tindakan yang bertanggung jawab dan atas kemauannya sendiri.

Tidak hanya itu, masyarakat harus diberikan pendidikan hak kesehatan seksual reproduksi.

”Pendidikan kesehatan reproduksi tidak bisa hanya dua jam. Yang terungkap hanya bungkusnya saja,” tuturnya.

Sehingga untuk mendorong ini ada beberapa metode cara untuk memberdayakan. Seperti memberikan pendidikan sebaya dalam kelompok. Selanjutnya bisa dilakukan konseling.

”Konseling itu one by one,”ujarnya.

Semua pemaparan ini terungkap pada kegiatan Pertemuan Ilmiah Nasional Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi yang diselenggarakan hari kedua pada 29 Juni 2021. Kegiatan ini kerja sama Pusat Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan, Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta bersama Rutgers WPF Indonesia dan didukung Konsorsium A Champion of Indonesia Family Plannning and Reproductive Health. Yang diselenggarakan secara daring selama 28-30 Juni 2021. (nur/adv/r10)

 

Editor: Baiq Farida

Tags

Terkini

KKP Sesuaikan Harga Patokan Pemanfaatan Jenis Ikan

Sabtu, 30 Maret 2024 | 17:50 WIB

UU Desa Disahkan, Kapan Mulai Berlaku?

Sabtu, 30 Maret 2024 | 14:00 WIB
X