Cloud 1 - Gemilang Sehat
Cloud 1 - Gemilang Sehat
Cloud 1 - Gemilang Sehat
Cloud 2 - Gemilang Sehat

Menakar Satu Dekade Cerita Perubahan dari Wajah Pendidikan Kespro Indonesia

Pendidikan Kesehatan Reproduksi di era kiwari seharusnya lebih ramah isu pubertas agar mudah dicerna dan memicu diskusi antar aktor. Sebab begitulah remaja membaca informasi dan mengamalkannya, bentuk-bentuk edukasi usang yang menyeramkan, tak lagi relevan diterapkan.

Model Pendidikan Kesehatan Reproduksi dan Seksualitas (PKRS) dengan aksi ancaman dan menakut-nakuti tak lantas membuat remaja menghindari perilaku-perilaku seksual berisiko. Yang terjadi justru sebaliknya, informasi yang tidak komprehensif memicu peningkatan angka perkawinan anak, aborsi, serta kekerasan seksual.

Icon Eva - Gemilang Sehat

Seperti kisah yang disampaikan seorang remaja dari Denpasar, Eva, 14 tahun. Dalam lingkup pergaulan Eva, relasi romantis dan turunannya sangat lazim menjadi bahan perbincangan hangat di kalangan sebaya. Bahkan teman sebaya menjadi pemberi informasi pertama tentang hal-hal tersebut lantaran orang tua enggan membicarakannya karena alasan ketidakpatutan.

Kondisi serupa tergambar dalam survei Global Early Adolescent Study (GEAS).

Penelitian ini menyertakan responden remaja dari tiga daerah, yakni Denpasar, Semarang, dan Bandar Lampung. Hasil studi menyebut sebanyak 68 persen responden berkirim pesan setiap hari kepada temannya. Lain itu 84 persen punya akses ke telepon genggam dan lebih dari 91 persen remaja mengakses media sosial.

Berkirim Pesan

68%

Responden berkirim pesan setiap hari kepada temannya.

Akses HP

84%

Punya akses ke telepon genggam

Akses Media Sosial

91%

Remaja mengakses media sosial

Banyak penelitian membuktikan, edukasi adalah kunci dari masalah kespro. Jurnal Pendidikan Biologi Indonesia (2017)¹ mengungkapkan menyembunyikan pendidikan seks dari anak justru membuat mereka lebih rentan, karena anak dan remaja sedang berada dalam fase mencari dan memiliki rasa penasaran tinggi.

Singkatnya anak-anak dengan informasi cukup soal seksualitas lebih terhindar dari perilaku berisiko dibanding mereka mereka yang minim literasi.

Sumber informasi yang tidak kredibel membuat keputusan seksualitas remaja seringkali tak didasari pertimbangan matang. Ambil saja contoh paling sederhana, jika Anda perempuan, pasti akan merasa relate dengan pengalaman sanitasi buruk saat menstruasi, misalnya terbalik menggunakan pembalut atau membuang pembalut bekas sembarangan.

Pada laki-laki rasanya sama ketika melewati mimpi basah, bertumbuh jakun, dan perubahan suara pada periode pubertas. Sekelumit cerita dari Sri Mulyani, guru dari SMPN 22 Bandar Lampung, bisa menjadi gambaran betapa Pendidikan Kesehatan Reproduksi dan Seksualitas (PKRS) perlu diberikan secara komprehensif.

Toilet Sekolah

“Toilet sekolah sempat rusak, mampet. Ternyata saat panggil tukang, masalahnya tersumbat pembalut. Pernah juga sekolah diprotes warga karena siswi-siswi membuang pembalut sembarangan ke luar pagar (sekolah),”  katanya mengisahkan pengalaman saat berurusan dengan pengetahuan kespro rendah dari para siswa.

Singkat cerita SMPN 22 Bandar Lampung menjadi salah satu sekolah terapan modul pendidikan kespro bernama “SETARA” akronim dari Semangat Dunia Remaja. Modul ini merupakan program Rutgers–organisasi yang berjuang di isu Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR), serta pencegahan Kekerasan Berbasis Gender dan Seksual (KBGS).

Modul SETARA 2
SETARA Guru Kelas 7 Edisi 2
Modul SETARA 1
Modul SETARA 3

Era Baru Pendidikan
Seksual dan Reproduksi itu
Bernama SETARA

Era Baru Pendidikan
Cloud 1 - Gemilang Sehat
Cloud 1 - Gemilang Sehat
Cloud 1 - Gemilang Sehat

Modul SETARA dibuat dengan mengadopsi pendidikan kespro Rutgers Belanda yang telah sesuai Pedoman Teknis Pendidikan Seksual Internasional (ITGSE). Pedoman internasional ini terstandarisasi Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO).

 

SETARA tak cuma melibatkan remaja, tapi juga guru, orang tua, dan komunitas untuk membangun iklim PKRS ideal. Tujuannya agar remaja punya tempat bertanya terkait permasalahan seksual reproduksi mereka.

 

Ketika anak mendapatkan informasi kespro komprehensif dari orang tua dan guru, maka mereka lebih mampu berdaya atas keputusan terhadap tubuh. Seperti layaknya cerita Nila dan Donna, pasangan ibu-anak asal Lampung. Pasca menerima program PKRS SETARA, keduanya jadi lebih nyaman dan terbuka berdiskusi soal tantangan pubertas.

Saat menstruasi pertama kali, mama yang mengajari cara membersihkan (pembalut dan vagina). Mama juga pernah kasih tahu bagian tubuh yang tak boleh disentuh orang lain.

Nila
star - Gemilang Sehat
star - Gemilang Sehat

Saya lebih banyak tahu tentang reproduksi dan pertumbuhan remaja (setelah membaca SETARA),

Donna - Gemilang Sehat
Peta Program SETARA

SETARA Mengubah Dunia Remaja

Modul PKRS SETARA edisi pertama muncul di tahun 2012. Ini adalah uji coba pertama di empat sekolah menengah pertama Kota Yogyakarta. Kemudian di tahun 2013, SETARA dikembangkan ke daerah lain yakni Jambi, Lampung, DKI Jakarta, Yogyakarta, dan Kota Manokwari, Papua Barat.

Ely Sawitri

Ely Sawitri, Manager Monitoring and Evaluation Rutgers Indonesia mengisahkan wajah PKRS di Indonesia sebelum SETARA masuk: belum komprehensif, jika tak mau dibilang buruk. Katanya satu dekade lalu belum ada sekolah yang spesifik membahas PKRS.

“Saat kita masuk, tantangan utamanya berkaitan dengan norma. Di salah satu wilayah implementasi modul SETARA, ada sekolah yang menyensor istilah genital seperti penis dan vagina dengan isolasi. Ada juga yang tak mau memasukkan bab informasi spektrum gender,” ujarnya.

Ni Luh Eka Purni Astiti

Ni Luh Eka Purni Astiti, Direktur Eksekutif Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Bali, menambahkan materi PKRS Indonesia selama ini cenderung memberi info menakutkan dan fokus pada sebab akibat buruk. Sementara bahasannya terbatas pada aspek biologi saja, misal informasi semacam cara-cara penularan pada HIV atau proses terjadinya kehamilan.

“Para pendidik seringkali mengancam (siswa) ‘Kalau kamu begini, masa depanmu suram’. Padahal belum tentu ancaman membuat mereka mengurungkan perilaku berisiko,” katanya.

Program SETARA membuat materi PKRS yang usang menjadi lebih modern. Tak cuma membahas soal pembuahan saja, SETARA turut menyinggung masalah relasi, gender, perubahan tubuh, kontrasepsi, HIV, dan banyak lagi lainnya.
Implementasi SETARA sebagai modul PKRS di tingkat pendidikan menengah awal terbukti memberikan dampak positif pada remaja. Kondisi tersebut tergambar dalam survei yang sengaja dibuat untuk mengukur perubahan perspektif remaja setelah implementasi SETARA, yakni Global Early Adolescent Study (GEAS).

Anggriyani Wahyu Pinandari

“Perubahan yang paling terlihat di GEAS adalah perspektif remaja menjadi lebih positif dalam literasi dan komunikasi kespro. Mereka lebih berani dan terbuka bicara kehamilan atau membahas soal HIV,” ungkap Anggriyani Wahyu Pinandari, koordinator studi GEAS sekaligus peneliti dari Pusat Kesehatan Reproduksi UGM.

Selain itu, para remaja juga memiliki kenaikan skor dalam melihat perubahan tubuh dan pubertas, perilaku seksual dan asmara, serta menekan perundungan. Singkatnya, penerapan modul SETARA telah berhasil mendobrak tabu seksualitas pada remaja.

“Pada poin perundungan, remaja jadi paham menempatkan diri sebagai korban sehingga tidak melakukan perilaku tersebut. Siswa juga punya wawasan baru tentang ekspresi gender dan tidak melakukan diskriminasi,” tambah Ely.
Jika boleh meminjam pengalaman langsung dari para remaja, Eva, 14 tahun dari Denpasar, SETARA digambarkan sebagai rel menuju masa depan. Masinis dapat memilih stasiun perhentiannya, tapi kereta tetap harus berjalan di jalur yang benar. Keluar rel artinya menjerumuskan diri sendiri dan orang lain dalam kesukaran.

Siswi Dengan Modul SETARA
Star 2 - Gemilang Sehat

“Senang dapat ilmu yang positif. Aku beruntung mendapatkan (materi) kespro SETARA, karena tak semua sekolah mendapatkannya. Masa depanku jadi berjalan ke arah yang lebih baik,” tuturnya.

Setelah SETARA masuk, tak ada lagi kisah toilet mampet karena pembalut, apalagi protes warga lantaran sampah saniter berserakan. Bahkan sekolah-sekolah implementasi berinisiatif menyediakan pembalut untuk memenuhi hak kesehatan seksual dan reproduksi para siswi mereka.

star - Gemilang Sehat
Mendobrak Regulasi

Bersama Mendobrak Regulasi

“Mungkin perlu satu dekade lagi agar PKRS kita diterima semua remaja di Indonesia secara massif.” Siswanto Agus Wilopo, guru besar Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Perawatan (FKKMK) Universitas Gadjah Mada (UGM) memprediksi periode dimana nantinya PKRS bukan lagi menjadi hal tabu yang harus disembunyikan, atau ditentang materinya di sekolah-sekolah.

Rutgers bersama SETARA selama satu dekade ini telah mengubah banyak perspektif remaja, pendidik, orang tua, serta komunitas dalam memandang pendidikan kespro.

Memang PKRS baru diberikan untuk jenjang sekolah menengah, makanya jika ingin mengejar ketertinggalan, Siswanto memandang PKRS Indonesia perlu juga diterapkan di jenjang sekolah dasar.

Yayasan Gemilang Sehat Indonesia (YGSI) eks Rutgers Indonesia

“Guru dan orang tua harus paham problema kespro dan termometernya, sehingga dia tahu kondisi anak, ketika ada masalah bisa dirujuk ke ahli,” katanya.

Selama ini konstruksi sosial, lanjut Siswanto, lebih sering mengkambinghitamkan dampak ketimbang evaluasi di tingkat substansi ilmu.

Contoh ketika ada perkosaan dengan korban anak, masih ada saja yang menyalahkan orang tua karena dianggap kurang pengawasan. PKRS anak di usia dini berguna untuk meminimalisir kekerasan pada anak karena mereka diberi ilmu untuk menghargai batasan tubuhnya.

Selain itu ketika seluruh sistem sudah memahami PKRS dengan baik, harapannya tak ada lagi korban kekerasan yang jatuh dan tertimpa tangga lantaran dipojokkan masyarakat.

Yayasan Gemilang Sehat Indonesia (YGSI) eks Rutgers Indonesia

“Setelah paham SETARA, remaja perempuan di sini lebih berani melakukan penolakan dan aware pada kasus pernikahan anak. Mereka sadar bahwa ini harus dicegah,” cerita M. Rey Dwi Pangestu, program manager Power to You(th). 

Lalu apa yang dilakukan masyarakat untuk mendukung pencegahan perkawinan anak?

Di Lombok Barat, wilayah kerja Rey, penolakan perkawinan anak dilanjut dengan perundingan antara Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) kepolisian, kepala dusun, dan tokoh adat dengan orang tua korban pernikahan anak.

Lebih jauh lagi SETARA bahkan telah menjadi pondasi perubahan regulasi pembatasan perkawinan anak dari provinsi hingga tingkat desa. Bermula dari Peraturan Bupati Lombok Barat Nomor 30 Tahun 2018 Tentang Pencegahan Perkawinan Usia Anak.

Kemudian menyusul Peraturan Daerah Kabupaten Lombok Barat Nomor 9 Tahun 2019 Tentang Pendewasaan Usia Pernikahan. Lalu terakhir Perda Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 5 Tahun 2021 Tentang Pencegahan Perkawinan Anak.

Di wilayah otoritas yang lebih kecil, beberapa desa di Lombok Barat juga telah menerapkan peraturan desa (Perdes) pencegahan perkawinan anak. Mereka juga secara khusus menyisihkan anggaran desa untuk kegiatan remaja yang berkaitan dengan kespro.
Yayasan Gemilang Sehat Indonesia (YGSI) eks Rutgers Indonesia

“Rutgers membantu kami mendorong regulasi dengan mengacu hasil penerapan SETARA. Terbukti dari kajian di sekolah, kenakalan remaja berkurang, bahkan ada sekolah yang angka perkawinannya nol,” papar Erni Suryana, Sekertaris Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (P3AKB) Lombok Barat.

Cikal Bakal Modul PKRS Nasional

Mengapa kita perlu peduli terhadap PKRS remaja?

Mungkin itu pertanyaan paling dasar di benak banyak orang ketika melihat kerja-kerja Rutgers mengadvokasi PKRS di segala lini dengan batu sandungan yang tidak mulus belaka.

Jawabannya agar Indonesia punya tabungan bonus demografi berkualitas.
Bayangkan ketika remaja usia 10-24 tahun sekarang mendapat PKRS, dengan prediksi Siswanto, sepuluh tahun ke depan mereka berpeluang berada pada usia subur dan menjadi orang tua. Dengan bekal PKRS komprehensif para calon orang tua ini akan melahirkan dan meneruskan ilmu mereka ke anak-anaknya.

Makanya dengan bersusah payah Rutgers Indonesia mengembangkan SETARA dengan memakan waktu penyusunan hampir dua windu. Edisi pertama muncul di tahun 2012, kemudian pada tahun 2017 modul ini direvisi selama setahun, beberapa kontennya menyesuaikan dengan perkembangan dan “budaya” di Indonesia.

Dua tahun belakangan SETARA dan survei pengukurnya, GEAS, membawa cerita perubahan ini kembali naik tingkat ke level nasional. Mereka bersama UNFPA, Kemendikbud, Kemenkes, dan Kemenag merumuskan modul PKRS nasional yang berlandas pada materi SETARA.

“Tahun 2021 modul ini selesai, kita sekaligus susun silabus, bahan ajar, dan menyeragamkan persepsi antar pemangku kepentingan dan pendidik terkait PKRS. Tahun ini koordinasi ke pemerintah daerah,” jelas Irmawati, Analisis Perencanaan Program dan Evaluasi Direktorat Guru Pendidikan Dasar Kemendikbudristek RI.

Pemerintah juga menargetkan pembinaan PKRS dengan modul nasional kepada 5000 guru di seluruh wilayah Indonesia secara bertahap, hingga tahun 2025. Nantinya akan ada fasilitator dari Kemenkes–dalam hal ini dokter puskesmas–melakukan pengajaran kepada guru inti di 34 provinsi.

Mereka diambil dari empat guru mata pelajaran Biologi, Pendidikan Jasmani, Bimbingan Konseling, dan Pembina Ekstrakulikuler. Setelah guru inti mendapat pelatihan, mereka lalu mengimbas ilmu ke teman sejawat lewat forum pembelajaran, kemudian lanjut ke guru mitra, terakhir ke guru imbas.

“Jadi SETARA dan hasil GEAS sudah mempengaruhi penentu kebijakan. Kita tinggal bersabar dan evaluasi saja,” tambah Siswanto.

Seperti halnya program pencegahan narkoba, pencegahan PKRS rasanya sudah tak relevan jika dipandang sebelah mata hanya karena ketabuan semata. Menginginkan remaja terhindar dari perilaku berisiko artinya harus memberi informasi maksimal kepada mereka. Tentunya dengan sumber yang telah diakui secara nasional dan terstandarisasi dunia.

SETARA telah mengawali seluruh cerita perubahan itu dengan aksi nyata menjadikan remaja lebih berdaya. Tentu perjuangan ini akan terus berlanjut demi mewujudkan lebih banyak remaja melek seksualitas.

Layaknya lembar demi lembar cerita perubahan yang dikisahkan kembali oleh siswa, guru, orang tua, bahkan pemangku kepentingan dalam edisi ini. Selama itu pula cerita-cerita perubahan lain akan terus diukir dan dibagikan sebagai rekam jejak keberhasilan pendidikan kespro di Indonesia oleh Rutgers, bersama SETARA.

Cikal Bakal - Gemilang Sehat
circle strip - Gemilang Sehat
circle strip - Gemilang Sehat

Copyrights © Yayasan Gemilang Sehat Indonesia

Diterbitkan: 

24 Mei 2022
Keranjang
  • Tidak ada produk di keranjang.